Sifat Terpuji Nabi Musa


Asalammulaikum dan selamat pagi semua rakan-rakan sepejuanganku.💓
Apa khabar hari ini?
Semoga anda berada dalam sihat-sihat berlaka.
Semoga pada pagi yang indah dan tenang ini, kita dikurniakan rezeki yang berlimpah ruah dan dipermudahkan disetiap urusan kita ya. Aminnnnnnnn
.
Harini saya nak bercerita sedikit tentang keberanian nabi musa 😊💪


Al-Quran merupakan kitab suci yang mengandung banyak kisah dan sejarah. Para ulama menyebutkan hampir sepertiga kandungan al-Quran berisi tentang sejarah umat terdahulu. Bahkan dalam beberapa surat ayat yang bentuknya cerita lebih dominan dibandingkan dengan lainnya. sebut saja misalnya Surat Yusuf yang seluruhnya memuat kisah Nabi Yusuf secara utuh. Demikian juga Surat al-Qashas, Hud, Thaha dan lain-lain.

Menariknya, dari seluruh kisah tersebut, perjalanan Nabi Musa dengan Bani Israil menjadi kisah yang mendominasi isi Al-Quran. Tidak hanya dalam satu surat, kisah beliau disebutkan berulang kali dan bertebaran di beberapa surat lainnya. Terhitung hampir dua puluh lima surat dalam Al-Quran, Allah menyebutkan tentang beliau. Bahkan nama Musa sendiri menjadi nama yang paling banyak disebutkan dalam Al-Quran.

Dr. Utsman al-Khamis, dalam kitabnya, “Fabi Hudaahum Iqtadih” menyebutkan bahwa Nama Musa disebutkan 136 kali dalam al-Quran. Jumlah ini jauh lebih banyak daripada nama Nabi Isa yang disebut dua puluh lima kali dan Nabi Nuh sebanyak 43 kali. Sedangkan Nabi Muhammad sendiri hanya disebut empat kali saja. Lalu apa rahasia dibalik ini semua? Mengapa kisah Nabi Musa lebih banyak disebutkan daripada rasul-rasul yang lain?

Tentu ada harapan khusus yang hendak Allah Ta’ala sampaikan kepada umat ini lewat kisah Nabi Musa ‘ailaihissalam saat memimpin Bani Israil melawan Fir’aun. Sebagaimana diketahui, Fir’aun adalah seorang raja yang paling kejam pada zamannya. Sementara Bani Israil sendiri adalah kaum yang terkenal dengan sifatnya yang ngeyel dan keras kepala. Jadi, posisi Nabi Musa benar-benar teruji dari segala sisi.

Dalam kitab Majmu’ Fatawa, 9/12, Ibnu Taimiyah menyebutkan, “Kisah Musa bersama Fir’aun disebutkan berulang kali dalam al-Quran karena keduanya simbol dari kebenaran dan kebatilan. Fir’aun berdiri di atas puncak kekufuran dan kebatilan karena mengingkari Allah dan rasul-Nya. Sedangkan Nabi Musa menjadi sosok yang berada di atas puncak keimanan dan kebenaran. Di mana beliau adalah rasul yang menerima risalah secara sempurna serta berbicara langsung dengan Allah tanpa pembatas. Sehingga kisah ini menjadi pelajaran terbesar bagi ahlu iman dan ahlu kufur,”
Dalam kitab Fabi Hudahum IQtadih, Dr. Utsman al-Khamis berkata, “Nama beliau disebut berulang-ulang dalam Alquran menunjukkan bahwa Allah menginginkan agar kita selalu merenungkan kisah beliau, kesulitan yang beliau jumpai, kepayahan, gangguan dan ujian yang datang bertubi-tubi.” (Fabi Hudahum IQtadih,  hlm. 327)

Meneladani Sifat Nabi Musa ‘Alaihissalam

Suatu ketika Rasulullah Saw melakukan pembagian (harta ganimah), tiba-tiba ada seseorang berkata, “Sesungguhnya Muhammad tidak menghendaki ridha Allah dengan pembagian ini.”
Mendengar selentingan tersebut, Abdullah Ibnu Mas’ud langsung berkata, “Hai musuh Allah, camkanlah, sesungguhnya aku benar-benar akan menceritakan apa yang kamu katakan itu kepada Rasulullah.”

Lalu Ibnu Mas’ud menceritakan hal itu kepada Nabi Saw, tetiba saja wajah beliau berubah menjadi merah kemudian bersabda:
رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى مُوسَى، فَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرِ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ
“Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada Musa, sungguh dia pernah disakiti lebih dari ini, tetapi ia bersabar,” (HR. Bukhari-Muslim)
Riwayat di atas menunukkan bahwa ketika disakiti oleh kaumnya, Rasulullah SAW langsung mengingatkan kesabaran Nabi Musa ketika menghadapi Bani Israil yang terkenal dengan sifatnya yang ngeyel. Selain terkenal dengan badannya yang kuat, Nabi Musa juga disebutkan oleh Allah sebagai pribadi yang pemalu dan banyak bersabar dengan cobaan.  Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا
“Aku akan mengujimu dengan berbagai macam ujian.” (QS. Thaha: 40)

Ujian yang dialami Musa memang cukup berat. Mulai dari beliau dilahirkan hingga berhasil meruntuhkan kekuasaan Fir’aun. Lalu dilanjut lagi dengan ujian dari umatnya yang keras kepala. Suatu ketika Said bin Jubair pernah bertanya kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma perihal ayat yang disebutkan di atas. Karena banyaknya bentuk ujian yang harus disebutkan, Ibnu Abbas berkata, “Hai Ibnu Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya jawabannya mengandung kisah yang panjang.”

Esoknya, Ibnu Abbas membaca ayat-ayat yang menceritakan Musa dari awal. Mulai dari kisah Firaun melakukan pembantaian terhadap bayi lelaki, kemudian Musa dilempar ke sungai dan diselamatkan oleh keluarga Firaun. Kemudian kisah Musa menarik jenggotnya firaun, hingga Musa diberi pilihan antara kurma dan bara. Termasuk kisah dia membunuh orang mesir, lalu dia lari ke Madyan dan menikah dengan salah satu putri orang tua di Madyan. Kemudian Musa kembali ke Mesir, dan beliau salah jalan di kegelapan malam, hingga beliau melihat api dan mendapat wahyu dari Allah.
Setelah Ibnu Abbas menyebutkan semuanya, dia mengatakan, “Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan kepada Musa’,” (Tafsir Ibn Katsir, 5/285).

Nabi musa memang berhasil melewati ujian dengan sifat sabarnya yang tinggi. Ketika harus menghadapi kekejaman Fir’aun, di saat yang sama Nabi Musa juga harus bersabar atas perlakuan Bani Israil terhadap dirinya. Beliau dituduh dan dihina oleh kaumnya itu memiliki cacat dan penyakit yang menjijikkan di tubuhnya, juga pernah dituduh berzina, penyihir dan sebagainya. Namun semua itu beliau lalui dengan bersabar dan menyerahkan urusannya kepada Allah semata. Karena banyaknya cobaan tersebut, beliau digolongkan termasuk salah di antara Ulul Azmi (rasul pilihan yang memiliki keteguhan hati dan ketabahan yang luar biasa).


“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.(QS. Al-Qashsas; 26)